Minggu, 21 Agustus 2016

Curhat: Jangan Maen API! part 1



“Jangan bermain api, jika tidak ingin terbakar”
Pribahasa tersebut dapat kita maknai jangan berbuat sesuatu yang tidak baik, apabila kita tidak ingin mendapatkan ganjaran atas perbuatan tersebut. Atau dapat kita katakan dalam bahasa anak jaman sekarang kali ya jangan macem-macem lo! Awas karma! Atau awas lu ketulah atau juga kena batunya baru tau rasa loe. Yap kurang lebih seperti itu.

Sebenernya apasih yang mau gue bahas?
Disini sebenernya gue ada kasus plus ada beberapa hal yang dapat kita ambil nih hikmahnya. Jadi kasus disini (teteup) tentang love story dimana kasus ini bukan cuma berasal dari kehidupan gue, tapi juga ternyata dialami oleh temen gue sendiri. *tepuk tangan* *punya temen* *sama-sama bermasalah*. Kikikiikk

Okay kasusnya disini kita mulai dari kasus gue ya. Gue jujur aja, sebenernya gue sebagai manusia, khususnya cewek sangat amat jauh dari kata sempurnah. Sangad amad jauh. Dimana gue ini menebar kesalahan dimana-mana dan tanpa kenal waktu. Intinya tukang nyari masalah lah.

Kasus 1.
Gue pernah mutusin orang secara sepihak. Pada waktu itu gue kekeuh kalo putus merupakan jalan terbaik buat kita bersama, sebangsa dan setanah aer. Tapi seiring berjalannya waktu, gue tersadar kalo yang gue lakukan itu tidak sepenuhnya benar. Disitu gue merasa sangat egois bahkan picik. Gue memutuskan tanpa melihat kondisi psikologis orang yang gue putusin tersebut. *kegeeran ew*. Singkat cerita, perasaan menyesal gue semakin besar dan gue memberanikan diri gue untuk membuang gengsi untuk mencoba meminta maaf dan mau memulai berhubungan baik lagi dengan orang tersebut. *berhubungan baik disini bukan berarti balikan okey? Cuma mau menjadikan doi sebagai temen baik gue aja* tapi gagal. Sikap orang tersebut berubah 101% ke gue, dimana jadi jutek, judes, dan se-gak-peduli itu ke gue. Dan apa? Nyesek! wkakaakk. Disini gue merasa karena ulah gue yang semena-mena dulu, sekarang gue kena juga disemena-menain, eh bukan deng, tapi ya gitu, gue dapet perlakuan yang gue lakukan ke orang tersebut pada tempoe doloe. Dan itu jujur, gak enakin banget.

Kasus 2.
Gue sebenernya gak bakal nyeritain semuamuanya batu yang gue dapet sih selama idup ini. Cuma beberapa kasus kejadian terdekat dan wow aja. Nah kasus kedua ini masih seputar love story (lagi dan lagi dan lagi-.-), dimana lagi-lagi gue ketulah mutusin orang sepihak. Wkwkwkwwkwk. Tiba-tiba gue geli, merasa sok laku banget dah ah, jijay.
Oke lanjut, disini gue mengambil keputusan sepihak (lagi) dengan alasan yang (sebenarnya) gue sangkutpautkan aja. Intinya setiap gue memutuskan (paksa) orang, itu adaa aja hal-hal gak penting (yang harusnya udah kelar) gue sangkut-sangkutin. Dan ini lagi-lagi berending balik lagi ke gue. Ya, pada suatu hari yang cerah nan bahagia, gue tiba-tiba aja diputusin. Great. Alasannya? Ya gitu sama kek gue, ada aja yang disangkut-sangkutin. Padahal masalah tersebut harusnya sudah clear. Tapi mau apa dikata. Gue jadi percaya apa yang kita lakukan pada saat ini, pasti aka nada balasannya suatu saat nanti, makanya selalu hati-hati guys.

Kasus 3.
Di kasus yang ini gue ambil contoh temen gue ya. Jadi disini dia punya pacar dan sudah berjalan cukup lama, ada lah hampir 1/25 abad mereka menjalin hubungan (iya sengaja biar WoW pake abad). Nah makin kesini dia merasa, hubungannya hanya sekedar hubungan berdasarkan kuantitas (tahun), bukan berdasarkan kualitas dari hubungan itu sendiri. Jadi pada suatu saat dia berusaha untuk menjadi cuek terhadap pacarnya tersebut, dan berhasil. Dia berhasil mendiamkan pacarnya itu berhari-hari tanpa merasa bersalah. Dan sekarang sebagai akibatnya dia diambang rasa harap-harap cemas, karena pacarnya tersebut mulai cuek juga dan mulai mengabaikan dia. Dan juga disini dia merasa pacarnya itu tidak memahami dia selama ini. Padahal bisa kita liat, dia sendiri yang memulai proses cuek mencuekan tersebut, sampai pada akhirnya dibalas dengan hal yang sama cuek mencuek. Namun disini, dia sama seperti gue, menyangkutpautkan segala macam hal yang sudah terjadi dibelakang (yang seharusnya sudah selesai) namun dijadikan senjata untuk dia bicara. Percayalah. Itu salah gengs.

Dari ketiga kasus tersebut gue dapat menyimpulkan gue (dan temen gue itu) bala banget wkwkwkwkwk. Gakdeng. Piss kawan. Gue dan temen gue itu belum dewasa, kami masih mengutamakan ego kita sendiri dan mencoba menyelamatkan diri sendiri dari situasi dan kondisi pada saat itu. Tanpa, melihat situasi dan kondisi orang lain pada saat itu. Jujur, gue baru sadar kalo gue itu sejahat itu dulu, dan bener-bener se-gak-baik itu. Minta maaf pun dirasa kaya udah gak guna, karena yang sakit itu bukan fisik melainkan hatinya, perasaan.
Dari kasus gue sih, yang notabenenya korbannya adalah cowok ya, bisa gue simpulkan, segentle-gentle­nya cowok, dia punya perasaan juga. Pernah juga merasakan yang namanya nyesek, dan sakit hati. Kalian cewek (dan gue sih khususnya wkwkwk) dengan mudahnya merasa menjadi pihak yang selalu disalahkan dan perlu untuk dibela sesekali, padahal kalian pula yang (emang beneran) salah. Eehh, bukan, disini gue bukan mau ngejudge cewek, cuma yang mau gue tekenin itu.. semua orang (cowok, maupun cewek) itu sama, sama-sama punya pikiran, sama-sama punya perasaan, dan sama-sama punya kehidupan pula. Disini yang harus kita ambil maknanya adalah, apapun yang kita lalukan, katakan, atau putuskan harus melihat situasi dan kondisi dari kedua belah pihak. Kita gak bisa cuma melihat dari sudut pandang kita aja. Mungkin kita merasa kita yang tersakiti, tapi apakah berarti pihak satunya tidak demikian? Yang ujung-ujungnya jangan sampai ada penyesalan akibat dari perbuatan atau perkataan kita yang udah kita bela-belain sekuat tenaga bahwa itu adalah “benar” dan sekarang kita mengkoreksi bahwa “ternyata dulu tuh gak baik yah”.
Jangan mencoba-coba dalam berhubungan dengan manusia, bukan cuma sekedar hubungan dalam pacar-pacaran loh ya, hubungan orang tua-anak, kakak-adik, guru-murid, bahkan dengan outsider sekalipun yang kita gak tau bakal ada hubungan apa sama mereka kedepannya.
Cobalah menjadi dewasa, menimbang-nimbang setiap ego yang kita punya, jangan terlalu cepat mengambil keputusan hanya berdasarkan keadaan emosional yang sedang terdesak, dan lain sebagainya. Karena hal tersebut hanya akan menjadibumerang bagi diri kita sendiri. Lebih baik mencoba bersabar, atau setidaknya mengkomunikasikan segala sesuatu yang dirasa kurang benar, atau komunikasikan sesuatu yang dirasa perlu untuk dikomunikasikan. Jangan sampai nantinya salah langkah dan malah balik nyerang diri sendiri heu. 

Nggak lagi-lagi deh ah..

 (bersambung yhaa)

Sabtu, 16 April 2016

Curhat: Cinta vs Kasihan

Halo semua, happy new year 2016!! (lol)
Lagi-lagi waktu udah berlalu gitu aja, tanpa permisi tanpa assalamualaikum. Kurang ajar emang.
Yap, ini udah pertengahan april 2016, yang intinya udah mau pertengahan tahun di tahun baru! (WowWow)
 
Oke, sedikit cerita, gue udah masuk tahun ke-dua di dunia perkuliahan ini, khususnya masih di semester 4. Dimana di semester ini gue ngerasa kok tiap hari lemes, lesu, lunglai ya. Padahal gue gak cacingan loh.. Tapi ya entah kenapa di semester ini, khususnya abis uts kemarin (yha gue udah uts, yg berarti uas sebentar lagiiih), makin menurun aje minat belajar gue (sebenernya sih selalu yha). Tapi why why why? Burungpun tak tau mengapa~



Dan sedikit cerita (lagi), di semester 4 di jurusan gue ini, terkenal dengan semester so hectic maretic, dimana ada turlap yang menumpuk, tugas yang membabi buta, ditambah organisasi yang minta banget dinetein. Sangkin gabisa rewelnya. Hhh.