“Jangan bermain api, jika tidak
ingin terbakar”
Pribahasa tersebut dapat kita maknai
jangan berbuat sesuatu yang tidak baik, apabila kita tidak ingin mendapatkan
ganjaran atas perbuatan tersebut. Atau dapat kita katakan dalam bahasa anak
jaman sekarang kali ya jangan macem-macem
lo! Awas karma! Atau awas lu ketulah
atau juga kena batunya baru tau rasa loe.
Yap kurang lebih seperti itu.
Sebenernya apasih yang mau gue
bahas?
Disini sebenernya gue ada kasus plus
ada beberapa hal yang dapat kita ambil nih hikmahnya. Jadi kasus disini (teteup) tentang love story dimana kasus ini bukan cuma berasal dari kehidupan gue,
tapi juga ternyata dialami oleh temen gue sendiri. *tepuk tangan* *punya temen*
*sama-sama bermasalah*. Kikikiikk
Okay kasusnya disini kita mulai dari
kasus gue ya. Gue jujur aja, sebenernya gue sebagai manusia, khususnya cewek
sangat amat jauh dari kata sempurnah. Sangad amad jauh. Dimana gue ini menebar
kesalahan dimana-mana dan tanpa kenal waktu. Intinya tukang nyari masalah lah.
Kasus 1.
Gue pernah mutusin orang secara
sepihak. Pada waktu itu gue kekeuh
kalo putus merupakan jalan terbaik buat kita bersama, sebangsa dan setanah aer.
Tapi seiring berjalannya waktu, gue tersadar kalo yang gue lakukan itu tidak
sepenuhnya benar. Disitu gue merasa sangat egois bahkan picik. Gue memutuskan
tanpa melihat kondisi psikologis orang yang gue putusin tersebut. *kegeeran
ew*. Singkat cerita, perasaan menyesal gue semakin besar dan gue memberanikan
diri gue untuk membuang gengsi untuk mencoba meminta maaf dan mau memulai
berhubungan baik lagi dengan orang tersebut. *berhubungan baik disini bukan
berarti balikan okey? Cuma mau menjadikan doi sebagai temen baik gue aja* tapi
gagal. Sikap orang tersebut berubah 101% ke gue, dimana jadi jutek, judes, dan
se-gak-peduli itu ke gue. Dan apa? Nyesek! wkakaakk. Disini gue merasa karena ulah gue
yang semena-mena dulu, sekarang gue kena juga disemena-menain, eh bukan deng,
tapi ya gitu, gue dapet perlakuan yang gue lakukan ke orang tersebut pada
tempoe doloe. Dan itu jujur, gak enakin banget.
Kasus 2.
Gue sebenernya gak bakal nyeritain
semuamuanya batu yang gue dapet sih selama idup ini. Cuma beberapa kasus
kejadian terdekat dan wow aja. Nah
kasus kedua ini masih seputar love story (lagi dan lagi dan lagi-.-),
dimana lagi-lagi gue ketulah mutusin orang sepihak. Wkwkwkwwkwk. Tiba-tiba gue
geli, merasa sok laku banget dah ah, jijay.
Oke lanjut, disini gue mengambil
keputusan sepihak (lagi) dengan alasan yang (sebenarnya) gue sangkutpautkan
aja. Intinya setiap gue memutuskan (paksa) orang, itu adaa aja hal-hal gak
penting (yang harusnya udah kelar) gue sangkut-sangkutin. Dan ini lagi-lagi
berending balik lagi ke gue. Ya, pada suatu hari yang cerah nan bahagia, gue
tiba-tiba aja diputusin. Great.
Alasannya? Ya gitu sama kek gue, ada aja yang disangkut-sangkutin. Padahal
masalah tersebut harusnya sudah clear.
Tapi mau apa dikata. Gue jadi percaya apa yang kita lakukan pada saat ini,
pasti aka nada balasannya suatu saat nanti, makanya selalu hati-hati guys.
Kasus 3.
Di kasus yang ini gue ambil contoh
temen gue ya. Jadi disini dia punya pacar dan sudah berjalan cukup lama, ada
lah hampir 1/25 abad mereka menjalin hubungan (iya sengaja biar WoW pake abad).
Nah makin kesini dia merasa, hubungannya hanya sekedar hubungan berdasarkan
kuantitas (tahun), bukan berdasarkan kualitas dari hubungan itu sendiri. Jadi
pada suatu saat dia berusaha untuk menjadi cuek terhadap pacarnya tersebut, dan
berhasil. Dia berhasil mendiamkan pacarnya itu berhari-hari tanpa merasa
bersalah. Dan sekarang sebagai akibatnya dia diambang rasa harap-harap cemas, karena pacarnya tersebut mulai cuek juga dan
mulai mengabaikan dia. Dan juga disini dia merasa pacarnya itu tidak memahami
dia selama ini. Padahal bisa kita liat, dia sendiri yang memulai proses cuek
mencuekan tersebut, sampai pada akhirnya dibalas dengan hal yang sama cuek
mencuek. Namun disini, dia sama seperti gue, menyangkutpautkan segala macam hal
yang sudah terjadi dibelakang (yang seharusnya sudah selesai) namun dijadikan
senjata untuk dia bicara. Percayalah. Itu salah gengs.
Dari ketiga kasus tersebut gue dapat
menyimpulkan gue (dan temen gue itu) bala banget wkwkwkwkwk. Gakdeng. Piss
kawan. Gue dan temen gue itu belum dewasa, kami masih mengutamakan ego kita
sendiri dan mencoba menyelamatkan diri sendiri dari situasi dan kondisi pada
saat itu. Tanpa, melihat situasi dan kondisi orang lain pada saat itu. Jujur,
gue baru sadar kalo gue itu sejahat itu dulu, dan bener-bener se-gak-baik itu.
Minta maaf pun dirasa kaya udah gak guna, karena yang sakit itu bukan fisik
melainkan hatinya, perasaan.
Dari kasus gue sih, yang notabenenya
korbannya adalah cowok ya, bisa gue simpulkan, segentle-gentlenya cowok, dia punya perasaan juga. Pernah juga
merasakan yang namanya nyesek, dan sakit hati. Kalian cewek (dan gue sih
khususnya wkwkwk) dengan mudahnya merasa menjadi pihak yang selalu disalahkan
dan perlu untuk dibela sesekali, padahal kalian pula yang (emang beneran)
salah. Eehh, bukan, disini gue bukan mau ngejudge
cewek, cuma yang mau gue tekenin itu.. semua orang (cowok, maupun cewek) itu
sama, sama-sama punya pikiran, sama-sama punya perasaan, dan sama-sama punya
kehidupan pula. Disini yang harus kita ambil maknanya adalah, apapun yang kita
lalukan, katakan, atau putuskan harus melihat situasi dan kondisi dari kedua
belah pihak. Kita gak bisa cuma melihat dari sudut pandang kita aja. Mungkin
kita merasa kita yang tersakiti, tapi apakah berarti pihak satunya tidak
demikian? Yang ujung-ujungnya jangan sampai ada penyesalan akibat dari
perbuatan atau perkataan kita yang udah kita bela-belain sekuat tenaga bahwa
itu adalah “benar” dan sekarang kita mengkoreksi bahwa “ternyata dulu tuh gak
baik yah”.
Jangan mencoba-coba dalam
berhubungan dengan manusia, bukan cuma sekedar hubungan dalam pacar-pacaran loh
ya, hubungan orang tua-anak, kakak-adik, guru-murid, bahkan dengan outsider sekalipun yang kita gak tau
bakal ada hubungan apa sama mereka kedepannya.
Cobalah menjadi dewasa,
menimbang-nimbang setiap ego yang kita punya, jangan terlalu cepat mengambil
keputusan hanya berdasarkan keadaan emosional yang sedang terdesak, dan lain
sebagainya. Karena hal tersebut hanya akan menjadibumerang bagi diri kita sendiri. Lebih baik mencoba bersabar, atau setidaknya mengkomunikasikan segala sesuatu yang dirasa kurang benar, atau komunikasikan sesuatu yang dirasa perlu untuk dikomunikasikan. Jangan sampai nantinya salah langkah dan malah balik nyerang diri sendiri heu.
Nggak lagi-lagi deh ah..
(bersambung yhaa)